Selasa, 02 Februari 2016

MAKALAH JANGJAWOKAN




BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar belakang
            Mantra sebagaimana dikemukakan Poerwadarminta (1988: 558) adalah:
1) perkataan atau ucapan yang mendatangkan daya gaib (misal dapat menyembuhkan, mendatangkan celaka, dan sebagainya); 2) susunan kata berunsur puisi (seperti rima, irama) yang dianggap mengandung kekuatan gaib, biasanya diucapkan oleh dukun atau pawang untuk menandingi kekuatan gaib yang lain.
                        Sejalan dengan pembagian jenis mantra, Rusyana (1970) membagi mantra berdasarkan tujuannya menjadi 7 bagian, yaitu jampe ‘jampi’, asihan ‘pekasih’, singlar ‘pengusir’, jangjawokan ‘jampi’, rajah ‘kata-kata pembuka ‘jampi’, ajian  ‘ajian/jampi ajian kekuatan’, dan pelet ‘guna-guna’. Diketahui bahwa ketujuh bagian tersebut dapat dikelompokkan ke dalam mantra putih ‘white magic’ dan mantra hitam ‘black magic’. Pembagian tersebut berdasarkan kepada tujuan mantra itu sendiri, yakni mantra putih digunakan untuk kebaikan sedangkan mantra hitam digunakan untuk kejahatan.
                        Adanya pembagian antara mantra putih (white magic) dan mantra hitam
(black magic) sebenarnya sulit untuk diukur dalam pengertian tidak ada pembeda secara nyata di antara keduanya, karena sering terjadi penyimpangan tujuan dari mantra putih ke mantra hitam tergantung kepada siapa dan bagaimana akibat yang ditimbulkan oleh magic tersebut. Dapat dicermati bahwa mantra putih di antaranya bertujuan untuk menguasai jiwa orang lain, agar diri dalam keunggulan, agar disayang, agar maksud berhasil dengan baik, agar perkasa dan awet muda, berani, agar selamat, untuk menjaga harta benda, mengusir hantu atau roh halus, menaklukan binatang, menolak santet, untuk menyembuhkan orang sakit. Adapun kategori mantra hitam diantaranya bertujuan untuk mencelakai orang agar sakit atau mati, membalas perbuatan jahil orang lain, dan memperdayakan orang lain karena sakit hati.
                        Kehadiran mantra putih maupun mantra hitam itu sendiri berpangkal pada kepercayaan masyarakat pendukung di dalamnya yang memunculkan fenomena yang semakin kompleks di jaman sekarang. Sejumlah penilaian, sikap, dan perlakuan masyarakat Sunda terhadap mantra semakin berkembang. Ada sebagian masyarakat yang begitu mengikatkan secara penuh maupun sebagian dirinya terhadap mantra dalam kepentingan hidupnya. Sebagian masyarakat lainnya secara langsung atau tidak langsung menolak kehadiran mantra dengan pertimbangan bahwa menerima mantra berarti melakukan perbuatan syirik. Pada bagian masyarakat yang  disebutkan pertama dapat digolongkan ke dalam masyarakat penghayat atau pendukung mantra, sedangkan bagian masyarakat yang lainnya digolongkan ke dalam masyarakat bukan penghayat mantra.
                                    Bagi masyarakat penghayat mantra, kegiatan sehari-hari kerap kali diwarnai dengan pembacaan mantra demi keberhasilan dalam mencapai maksud. Misalnya, para petani ingin sawahnya subur, terhindar dari gangguan hama, ingin panen hasilnya melimpah; para pedagang ingin dagangannya laris. Mantra diterima oleh masyarakat penghayatnya sebagai kebutuhan penunjang setelah kehidupan agamanya dijalani secara sungguh-sungguh.
                        Adanya kebutuhan terhadap mantra sebagai warna yang menghiasi kehidupan sehari-hari. Kegiatan yang tidak terlepas kepada keadaan alam dan mata pencaharian, menghasilkan tiga kelompok besar sehubungan dengan penggunaan mantra, yaitu mantra yang digunakan untuk perlindungan, kekuatan, dan pengobatan.
                        berikut adalah petunjuk tentang cara mempelajari ilmu ini dan cara mengunakannya, diambil diambil dari makalah muchtaram
1.      sebelum menjalankan atau mengamalkan ilmu ini sebaiknya kita memilih dulu jampi atau doa atau ucpan paling tepat sesuai dengan tujuan kita kita dan sesuai dengan kemampuan kita melaksanakannya, terutama yang menyangkut persyaratan
2.      Mandi keramas agar bersih dari hadas besar dan hadas kecil
3.      Niat harus bulat, terkonsentrasi, jika jampinya asihan, maka kita harus membayangkan wajah orang yang diinginkan seolah dihadapan kita
4.      menjalankan puasa sesuai dengan petunjuk guru, biasanyatidak seperti puasa Ramadhan. puasanya 24 jam sehari. bila akan puasa hari senin, Makan mulai hari ahad pukul 07:00 sudah berpuasa, bernukanya hari senin ba’da Magrib. Kalau mati geni (ngebleng) , maka harus selalu dikamar dan tidak boleh makan dan minum serta tidak tidur semalam
5.      jika sudah selesai puasa dan bacaan sudah hafal, dianjurkan mengadakan selamatan yaitu menyediakan makanan sesuai petunjuk guru, biasanya nasi gurih, dengan ayam putih ikan warna tertentu atau telor jumlah tertentu. semuanya sesuai petunjuk guru
6.      jika dalam pelaksanaan persyaratan itu mendapat godaan,sehingga batal, maka harus sabar dan mencoba lagi
Jangjawokan didalam koridor satra puisi arkais didefinisikan, sebagai : permintaan atau perintah agar keinginan (orang yang menggunakan jangjawokan) dilaksanakan oleh nu gaib “makhluk gaib” sebatas ini mudah dipahami, yakni para pengguna jangjawokan menggunakan makhluk gaib untuk mencapai keinginannya. Namun tidak dapat dipungkiri jika ditemukan pula jangjawokan yang menggunakan bacaan sebagaimana lajimnya digunakan oleh urang sunda yang beragama islam (lihat Sadat Buhun), dikatagorikan do’a, bukan jangjawokan. Namun apakah tidak ada jangjawokan bukan do’a ?.

               Pemilahan jangjawokan dengan do’a dimungkinkan terjadi jika jangjawokan dikatagorikan sebagai bagian dari puisi sunda (arkais), serta dibahas dalam kacamata sastra. Indikator jangjawokan ditentukan berdasarkan kacamata sastra. Namun boleh saja jika jangjawokan dilihat dari kacamata lainnya. Karena ketika seseorang mengucapkan jangjawokan tentu tujuannya bukan untuk membaca puisi.

               Jangjawokan diyakini memiliki kekuatan magis. Kemungkinan kekuatan dari kandungan magis yang dirasakan nyaman menyebabkan jangjawokan ditularkan secara turun temurun. Jangjawokan tidak mungkin bisa bertahan dan terkabarkan hingga sekarang jika tidak dirasakan manfaatnya dan diyakini kekuatannya. Yang jelas ada harmoni manusia dengan alamnya ketika jangjawokan itu dibacakan.

               Peran jangjawokan bisa diasumsikan keberadaanya sebelum kemudian diserahkan kepada para penyembuh modern, seperti dokter ; psikolog ; atau profesi apapun yang terkait dengan masalah penyembuhan fisik dan psikis. Jangjawokan digunakan pula dalam keseharian, sebagai bagian dari tertib hidup, seperti pada kegiatan sebelum buang air dan kegiatan lainnya.

               Jangjawokan dalam jenis ini bisa ditemukan dalam Jampe Kahampangan (Jampi hendak buang air kecil) ; Jampe Kabeuratan (hendak buang air besar) ; Jampe Neda (Jampi sebelum makan) ; Jampe Masamon (Jampi bertamu) dll. Konon kabar, kekuatan dari magisnya terletak pada kebersihan hati si pelafalnya dan kesungguhan bagi para penggunannya. Namun saya tidak bisa terlalu jauh masuk untuk mengetahui pengaruhnya, biarlah ini merupakan bagian dari bidang l.ainnya.

               [[1]]Wahyu Wibisana, mengkatagorikan: ”ajimantra (baca : Jangjawokan) merupakan sastra arkais yang pernah muncul kemudian setelah sastra sunda kuno. Dikatakan ’pernah digunakan’ dan ’pernah muncul’, karena memang saat ini kebanyakan orang sunda sudah tidak menggunakan dan sekaligus tidak mempercayai ajimantra. Hanya saja, sebagai karya sastra (yang umumnya berbentuk lisan) tetap merupakan genre tersendiri dalam sastra Sunda seperti juga pada sastra daerah lainnya di Nusantara.”.

               Dari pernyataan diatas, saya yakin Kang Wahyu masih menganggap bahwa masih ada masyarakat Sunda yang menggunakan jangjawokan. Kitapun lantas tidak bisa menafsirkan masyarakat pengguna jangjawokan sebagai masyarakat ketinggalan jaman, karena realitasnya masih nyaman untuk digunakan. Dengan dimasukannya ajimantra sebagai bagian dari puisi maka masih bisa ditelusuri dan terkabarkan beritanya kepada generasi berikutnya. Setidak-tidaknya katagorisasi ini dapat menyelamatkan jangjawokan sebagai asset budaya bangsa, sekalipun hanya dinikmati sebagai karya seni, tidak pada unsur magisnya.

Ciri-ciri Jangjawokan.

Jangjawokan menurut Wahyu Wibisana memiliki ciri-ciri, yakni :
1.       menyebutkan nama kuasa imajiner, seperti : Pohaci Sanghiyang Asri, Batara, Batari dll.
2.      dalam kalimat atau frase yang menyatakan si pengucap janjawokan berada pada posisi yang lebih kuat, otomatis berhadapan dengan pihak yang lemah.
3.      berhubungan dengan konsvensi puisi, merupakan kelanjutan dari gaya Sastra Sunda Buhun dan cerita Pantun, yakni adanya desakan atau perintah, disamping himbauan, tegasnya bersifat imperative dan persuasif.
4.      masih berhubungan dengan konvensi puisi, adanya rima-rima dalam jangjawokan. Rima-rima dimaksud memiliki fungsi estetis ; membangun irama ; fungsi magis ; fungsi membuat ingatan orang yang mengucapkan.
5.      adanya lintas kode bahasa pada ajimantra yang hidup di Priangan dan Baduy. Bahasa jangjawokan tersebut diserap seutuhnya atau disesuaikan dengan lidah pengucapnya.
6.      terkesan sebagai sastra arkais yang pernah muncul kemudian setelah sastra sunda.

Ciri-ciri diatas tentunya dilihat dari katagori Jangjawokan sebagai bagian dari puisi arkais sunda. Jadi wajar jika ada tekanan tujuan dari materi jangjawokan ; gaya sastra dan gaya bahasa ; rima-rima ; dan kelahirannya paska sastra sunda.

Penyebutan Kuasa Imajiner

Pengertian imajiner berpusat pada pemikiran yang berhubungan dengan makhluk gaib yang dianggap mempunyai kekuasaan dan kewenangan dan berada di tempat tertentu. Pada tataran keyakinan dan kepercayaan bahwa dengan cara tertentu, kekuasaan dan kewenangan makhluk gaib itu dapat dimanfaatkan manusia untuk tujuan-tujuan yang dikehendakinya, sebagaimana dalam Jangjawokan.
















BAB II
PEMBHASAN
A.    Jangjawokan
            Di tatar sunda , istilah jangjwokan masih dikenal masyrakat. masih ada juga sebagian warga masyrakatnya mempelajarinya dan ada yang mengajarkanya masih ada juga yang menggunakanny. jangjwokan adalah semacam ucapan tujuan magis tertentu

1.    Ontologi
          Jangjawokan adalah bahsa sunda, disebut juga jampi aji-aji dalam bahasa jawa , adalah semcam ucapan yang bacaaannya campuran antara bahasa arab, bahasa sunda, bahasa jawa. isi kalimatnya mirip dengan mantra, ia biasanya disusun dalam bentuk syair.
          Jangjawokan merupan ucapan atau kalimat (kalimat-kalimat) yang bila diucapkan diyakini memiliki kekuatan magis tertentu. asal usul  jangjawokan tidak jelas, darimana dan siapa yang mula-mula mengajarkannya . yang unik, disetiap daerah di Indonesia (mungkin jga ditempat lain) terdapat jangjwokan dengan istilah bermacam-macam da nisi kalimat mantranya berbeda –beda menurut daerah masing –masing . Tidak juga dipahami mengapa untuk tujuan tertentu digunakan kalimat tertentu dengan persyratan terntu pula. Yang diceritakan dalam uraian ini adalah jangjawokan didaerah sunda.
          Di daerah Sunda, jangjwokan itu kelihatannya berupa doa, untuk keperluan tertentu, seperti agar lulus ujian, agar dagangannya laris , agar dicintai seseorang (jadi sama dengan pelet), agar jadi pemberani, agar musuh takut dan lain-lain.

2.    Epistemologi
     Bacaan dalam jangjawokan biasanya diajarkan oleh guru dari mulut ketelinga ( secara lisan) dalam situasitidak formal. lafal-lafal bacaanya daihafal dengan meniru ucapan dari guru biasanya datang keguru tatkala datang memelukannya saja, misalnya, seorang mendapat tantangan (fisik) maka ia datang kegurunya minta diajarkan agar penantang itu takut .
      Agar bacaan-bacaan dari guru berkhasiat ampuh( sunda:matih) diperlukan terpenuhinya syarat-syarat tetentu, seperti pusa wedal( puasa hari kelahiran), puasa tiga hari berturut-turut, puasa mutih kadang-kadang dan lain-lain sesuai petunjuk guru. bagi mereka yang telah dibekali dengan bacaan jangjawokan ada pantngan yang tidak boleh dilanggar, seperti tidak boleh melewti kali (harus turun tidak boleh lewat jembatan, tidak boleh melngkahi kali), tidak boleh menyembeleh hewan, tidak makan kelapa muda, tidak boleh makan sate yang dipanggang dan lain-lain sesuai petnjuk guru
     [2]M. Muchtaram mewawancari guru jangjawokan. menurut itu (kadim) pengetahuan ini tidak boleh diberitahukan kepada seseorang kecuali bila ia telah menyatakan ingin berguru. Yang berguru harus memenuhi syarat-syarat.seperti puasa khusus beberapa hari, mati geni , atau tapa, berat atau ringan syaratnya akan menentukan tinggi rendahnya khasiat ilmu itu. ada yang disyaratkan puasa 3 hari,  hari, ada juga yang 40 hari diakhiri dengan mati geni, tapa diatas jembatan kecil semalam.
     Masih dipenelitian Muctharam, menurut nacih ilmu itu dapat diberikan kepada seseorang tampa persyaratan tertentu bila orang tersebut dapat dipercaya, hanya saja dalam penerapan tidak berkhasiat  (sunda:tidak matih) bila persyratan tidak dipenui atau pantangan dilanggar ,tapi
     Rosidin mendapatkan ilmu  ini dari neneknya tanpa persyaratan ,tertentu,itu diberikan karena Rosidin sangat dipercaya mungkin karena kekerabatan .
        berikut adalah petunjuk tentang cara mempelajari ilmu ini dan cara mengunakannya, diambil diambil dari makalah muchtaram
1.         sebelum menjalankan atau mengamalkan ilmu ini sebaiknya kita memilih dulu jampi atau doa atau ucpan paling tepat sesuai dengan tujuan kita kita dan sesuai dengan kemampuan kita melaksanakannya, terutama yang menyangkut persyaratan
2.         Mandi keramas agar bersih dari hadas besar dan hadas kecil
3.         Niat harus bulat, terkonsentrasi, jika jampinya asihan, maka kita harus membayangkan wajah orang yang diinginkan seolah dihadapan kita
4.         menjalankan puasa sesuai dengan petunjuk guru, biasanyatidak seperti puasa Ramadhan. puasanya 24 jam sehari. bila akan puasa hari senin, Makan mulai hari ahad pukul 07:00 sudah berpuasa, bernukanya hari senin ba’da Magrib. Kalau mati geni (ngebleng) , maka harus selalu dikamar dan tidak boleh makan dan minum serta tidak tidur semalam
5.         jika sudah selesai puasa dan bacaan sudah hafal, dianjurkan mengadakan selamatan yaitu menyediakan makanan sesuai petunjuk guru, biasanya nasi gurih, dengan ayam putih ikan warna tertentu atau telor jumlah tertentu. semuanya sesuai petunjuk guru
6.         jika dalam pelaksanaan persyaratan itu mendapat godaan,sehingga batal, maka harus sabar dan mencoba lagi
3.      Aksiolgi
        kelihatannya jangjawokan digunakan untuk  hal-hal yang baik. agak sulit menempatkan jangjawokan, apakah termasuk ilmu putih atau ilmu hitam. untuk menilai jangjawokan agaknya perlu dilihat dapa tigal hal : pertama pada epistimologinya, dalam hal ini persyaratanya jampi tau bacaanya dan kedua, segi aksiologinya
        berikut beberapa contoh jangjawokan yang menjelsakan selain bacaan juga digunaanya
a.       Asihan Nabi Yusuf
bacaannya:

inna kulli sya’in qodir
rohku,cahayaku,Yusuf
mukaku muka Ali
badanku Nabi Muhammad
barang siapa yang melihatku tolong ambilkansi….
binti…..
tolong ntar samaku hatinya si… binti…
laa ilaaha illallahi Muahammad Rasulullah

              syaratnya: puasa senin kamis masing –masing 7 hari ( jadi 7 senin dan  kamis). bacaaan diatas dibaca 35 kali setiap malam sebelum tidur.
Kegunaannya agar dicintai perempuannya

b.      Asihan perorangan
              hong o lintang-lintang wengi, rembulan koneng nyumeratake, cahayae kang gumilang,ana ing ranjangku si.. binti.. atine ajanganti bisa anteng sadurunge mara menyang aku, laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah
    
                    Syaratnya: bacaan ini dibaca tengah malam sambil memandang kumpulan bintang-bintang dilagit
        Gunanya: mempertebal cinta kasih sayang sudah lama retak
c.       Penyembuhan bisul
Bacaannya:
bismillairrahmanirrahim
sangkama abang burung
sangkama bali burung
lembur hancur jadi banyu
ngelaketi jadi lenga
leungit tanpa lebih ilang tampa karena,
rep sirep ku kersaning gusti ALLAH,
rep sirep ku kersaning gusti ALLAH,
rep sirep ku kersaning gusti ALLAH,
huri nu ngempe, hurip nu dijempe,
laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah

              caranya: kapur yang sudah dibasahi dioleskan pada dauns sirih  yang telahh dilubangi tengahnya, tempelkan pada bisul, insya ALLAH 3 sampai  hari sembuh

d.      Penyembuhan Sakit Ulu Agen
bacaannya:
astaufirullahal’azhim 3x
cunduk sonteh bade nulungan, datang soteh bade nyare’atan
huripna kunabi, waras ku Allah,
huripku kersani Allahh.

syaratnya:
harus berpuasa senin -kamis dan tanggal satu setiap bulan Hijriah
caranya:
              rebus daun sembung, patrawali dan daun jeruk besar , pada tempurung berwarna hitam yan dimasuki uang logam, kemudian airnya dimunum oleh yang sakit sampai habis dan uang logamnya disedehkahkan kepada anak yatim. selain itu si sakit harus menguyah beras merah, kencur dan bawang merah sekligus di telan sampai habis.

e.       Memandikan Orang yang mempunyai tanda
Bacaanya:
bismillahirrahmanirrahim
allahumma sangkala ponggong
waw wayu fi kulli kabir fi kulla besar
pengucap nabi luku-tiku llenyah-lenyay
waries wurleees

caranya:
  bacaan ini ditiupkan kepada air dalam ember yang dimasukkan uang logam kemudian dimandikan pada ornag yang dianggap mempunyi kelainan seperti sangat nakal atau sulit mempunyai adik

f.       Memberantas Hama Wareng
bacaanya:
Bismillahirrahmanirrahim,
allahumma qadrihi, allahumma sariqotihi, aja uju
lahulaha, sari qotihi watakalimunahu, roh nu rohim,
roh nurihim, roh nurihim

caranya:
bacaan tersebut dibacakan pada abu  kemudian abunya ditaburkan pada tananman atau padi yang kena werang sambil berkeliling disawah tiga kali
              Menurut Kadim ( Sumber Muchtaram) ilmu ini ( Jangjawokan) data digunakn untuk berbagai kebutuan, tergantung pada jenis bacaanya, antara lain:
a.       agar dikasihi orang, pembesar
b.      agar dicintai ( jadi seperti pelet)
c.       untuk menyembuhkan peyakit
d.      agar disegani atau ditakuti, dan lain-lain
          selanjutnya Kadim menyatakan bahwa ilmu itu tidak akan berkasiat bila digunakan untuk tujuan yang tidk baik atau diperjualbelikan secara materi, Menurut Nenek Nacih begitu juga , katanya, bila diminta pertolongan haruslh diberikan dengan iklas tanpa mengharap imbalan apa-apa seandainya do’anya dikabulkan.
          berikut ini beberpa contoh jangjawokan yang diambil dari makalah Dede Daut:
1.      kedugalan (agar kebal)
bacaannya:
    awak tampak suci malang gena, awak panyipuh buana
awak sang suci manik, awak sang suci dewata
yen ingsun jaya sorangan, jaya batu jaya aing,
jaya bata ,sayahadat,
2.      kadugalan ( Supaya dapat berjaan di atas air )
bacaannya:
awak tampak malang gena, awak penyipuh buana,
awak sang suci manik,awak dewata, ya ingsung jaya
sorangan, jay acai jaya aing, jaya cai, syahadat
3.      Pangabaran( menghadapi musuh)
bacaannya:
    duit aing satuntun gunung, tunjang aing santung-tung Negara
ciduh aing satunjung segar, batuk aing sadar gugur, dehem aing sada matri, kiciup aing kijang kiblat, syahadat
          Dibaca ketika menhadapi lawan, dehem tiga kali.
4.      Pamelet( asihan si lulut putih)\
bacaannya:
    asihan aing si lulut putih, sangka lulut ambung
kemeneng, sangkema tumpek dibali, naon papanganan sia,
sangsingut putih sangules putih, harti basar keur leutik, harta geus mangrupa,
asihan ti para nabi, paparin ti para umatt, seweu ratu kumo rosul, seweu menak komo hayang, cacakan seweu dewata, mangka welas mangka asih
asih kang diri aing


5.      Jampi Raheut( Patah Tulang)
bacaannya:
    istighfar 3x
syahadat 1x
kulit pabeulit urat papulang,
disireup ku beusi persani
rep tiis ti peuting waras ti beurang
hurip ku gusti waras ku kersaning
sumsum tepung smsum
tulang tepung tulang
jin nu ngrapetna
daging tepung daging
jin nu ngarapetna
nyuhunkeun pitulung ka para dewa nu tujuh sukmana,
akmana, rasana, angawasana, cageur kebudaan,
Dilanjutkan baca syahadat, kemudian disapu yang luka atau patah

6.      Peleumpeuhan ( agar musuh lemah )
bacaannya:
    kuyangkung bayu kuyangkung
suka sia dicancang ku aing
banyu leuleus bayu ampeuh
ampeuh ka aing, ka raga aing ,
leupeuh

7.      Penangkal Sial
bacaannya:
    Tapak aing cadas ngampar
bitis aing batu tungelis,
beuteung aing beuteubg beg-beg,
sirah aing batu wulung, ya ingsun batu wulung
badannya, matanya, nyuhunkeun pitulung
dewa anu tujuh
syahadat.

Jangjawokan adalah semacam jampi-jampi atau bacaan-bacaaan atau mantra-mantra yang berkembang daerah tertentu. yang dibicarak diatas adalah Jangjawokan didaerah Sunda. Jampi-jampi itu diyakini memiliki kekuatan magis oleh orang yang menggunakannya. kekuatan tersebut mungkin merupakan bantuan atau dorongan bagi orang yang hendak melakukan kebaikan atau menangkal marabahaya yang mengancamnya.
Jangjawokan merupakan tradisi mistis yang berlaku didaerah tertentu, Biasanya diajarkan atau diberikan ketika diperlukan
Sandaran yang dipakai Jangjawokan ternyata bermacam-macam, kadang-kadang kepada Allah, kadang ke Dewa atau Jin. Agaknya Jangjawokan merupakan percampuran budaya local dan budaya Islam. Sangat sulit untuk menegaskan apakah jangjawokan masuk mistik putih atau hitam mengujinya harus pada ontology, epistimologi serta aksiologinya





















BAB III
PENUTUP
                                 
1.      Jangjawokan Secara ontologi adalah bahsa sunda, disebut juga jampi aji-aji dalam bahasa jawa , adalah semcam ucapan yang bacaaannya campuran antara bahasa arab, bahasa sunda, bahasa jawa. isi kalimatnya mirip dengan mantra, ia biasanya disusun dalam bentuk syair
2.      Jangjawokan secara Epistemologi Bacaan dalam jangjawokan biasanya diajarkan oleh guru dari mulut ketelinga ( secara lisan) dalam situasitidak formal. lafal-lafal bacaanya daihafal dengan meniru ucapan dari guru biasanya datang keguru tatkala datang memelukannya saja, misalnya, seorang mendapat tantangan (fisik) maka ia datang kegurunya minta diajarkan agar penantang itu takut .
3.      Jangjawokan secara Aksiolgi kelihatannya jangjawokan digunakan untuk  hal-hal yang baik. agak sulit menempatkan jangjawokan, apakah termasuk ilmu putih atau ilmu hitam. untuk menilai jangjawokan agaknya perlu dilihat dapa tigal hal : pertama pada epistimologinya, dalam hal ini persyaratanya jampi tau bacaanya dan kedua, segi aksiologinya























DAFTAR ISI
http://mirwansmart.blogspot.co.id/2009/11/jangjawokan-sunda.html




[1] http://mirwansmart.blogspot.co.id/2009/11/jangjawokan-sunda.html

[2] ahmad tafsir filafat umum 168

Tidak ada komentar:

Posting Komentar