BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu masalah penting
yang sering dihadapi oleh guru dalam kegiatan pembelajaran adalah memilih atau
menentukan bahan ajar atau materi pembelajaran yang tepat dalam rangka membantu
siswa untuk mencapai kompetensi. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa dalam
kurikulum atau silabus, materi bahan ajar hanya dituliskan dalam garis besar
dalam bentuk materi pokok. Menjadi tugas guru untuk menjabarkan materi pokok
tersebut sehingga menjadi bahan ajar yang lengkap. Selain itu, bagaimana cara
memanfaatkan bahan ajar juga merupakan masalah. Pemanfaatan yang dimaksud
adalah bagaimana cara mengajarkannya ditinjau dari pihak guru dan cara
mempelajarinya ditinjau dari pihak siswa. Bahan ajar atau materi pembelajaran
secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus
dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah
ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari
pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau
nilai. Bahan ajar merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran yang
memegang peranan penting dalam membantu siswa mencapai Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar atau tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Dengan
menerapkan bahan ajar yang telah dikembangkan tersebut, diharapkan diperoleh
alternatif bagi guru dalam menyampaikan suatu materi pembelajaran sehingga
proses belajar mengajar akan berjalan lebih optimal dan bervariasi dan pada
akhirnya hasil belajar maupun aktivitas peserta didik diharapkan juga
meningkat.
B. Rumusan Masalah
Dalam
makalah ini kami memaparkan:
1. Apa Pengertian Bahan Ajar?
2. Bagaimana prinsip-prinsip pemilihan bahan ajar
?
3. Apa saja jenis-jenis bahan ajar?
4. Bagaimana menentukan langkah-langkah pembuatan
bahan ajar ?
5. Bagaimana menentukan cakupan urutan
bahan ajar ?
6. Bagaimana menentukan sumber belajar
?
7. Bagaimana penerapan Strategi Dalam
Memanfaatkan Bahan Ajar ?
8. Bagaimana menentukan Materi
prasyarat dan perbaikan, dan pengayaan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Bahan Ajar
Bahan ajar merupakan informasi, alat
dan teks yang diperlukan guru/instruktur untuk perencanaan dan penelaahan
implementasi pembelajaran.
Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/
instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan yang
dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis. (National
Center for Vocational Education Research Ltd/National Center for Competency
Based Training).
Menurut Ahmad Sudrajad, bahan ajar
adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun
tidak sehingga tercipta lingkungan/ suasana yang memungkinkan siswa untuk
belajar.[[1]]
Sedangkan menurut Abdul Majid, bahan ajar adalah segala bentuk bahan,
informasi, alat dan teks yang digunakan untuk membantu guru/instruktor dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang dimaksud bisa berupa
tertulis maupun bahan yang tidak tertulis.[[2]]
Bahan
ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis baik tertulis
maupun tidak sehingga tercipta lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk
belajar.Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) adalah
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka
mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci,
jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep,
prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai
B.
Asas-asas Pengembangan Bahan Ajar
a.
Asas Filosofis
` Sekolah bertujuan mendidik anak agar
menjadi manusia yang “baik”. Faktor “baik” tidak hanya ditentukan oleh
nilai-nilai, cita-cita, atau filsafat yang dianut sebuah negara, tetapi juga
oleh guru, orang tua, masyarakat, bahkan dunia. Kurikulum mempunyai hubungan
yang erat dengan filsafat suatu bangsa, terutama dalam menentukan manusia yang
dicita-citakan sebagai tujuan yang harus dicapai melalui pendidikan formal.
Kurikulum yang dikembangkan harus mampu menjamin terwujudnya tujuan pendidikan
nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat.[[3]]
Jadi,
asas filosofis berkenaan dengan tujuan pendidikan yang sesuai dengan filsafat
negara. Perbedaan filsafat suatu negara menimbulkan implikasi yang berbeda di
dalam merumuskan tujuan pendidikan, menentukan bahan pelajaran dan tata cara
mengajarkan, serta menentukan cara-cara evaluasi yang ditempuh. Apabila
pemerintah bertukar, tujuan pendidikan akan berubah sama sekali. Di Indonesia,
penyusunan, pengembangan, dan pelaksanaan kurikulum harus memperhatikan
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Garis-Garis Besar Haluan Negara
sebagai landasan filosofis negara.
Filsafat
sangat diperlukan dalam dunia pendidikan. Menurut Nasution filsafat besar manfaatnya bagi kurikulum,
yakni:[[4]]
a. Filsafat pendidikan menentukan arah
ke mana anak-anak harus dibimbing. Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan
oleh masyarakat untuk mendidik anak menjadi manusia dan warga negara yang
dicita-citakan oleh masyarakat itu. Jadi, filsafat menentukan tujuan
pendidikan.
b. Dengan adanya tujuan pendidikan ada
gambaran yang jelas tentang hasil pendidikan yang harus dicapai, manusia yang
bagaimana yang harus dibentuk.
c. Filsafat juga menentukan cara dan
proses yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan itu.
d. Filsafat memberikan kebulatan kepada
usaha pendidikan, sehingga tidak lepas-lepas. Dengan demikian terdapat
kontinuitas dalam perkembangan anak.
e. Tujuan pendidikan memberikan petunjuk
apa yang harus dinilai dan hingga mana tujuan itu telah tercapai.
Asas ini berkaitan dengan tujuan
pendidikan yang akan dicapai. Tujuan pendidikan disesuaikan dengan filsafat
negara. Filsafat yang dianut negara Indonesia adalah Pancasila, maka tujuan
pendidikannya akan bersesuaian pula dengan Pancasila. Tujuan pendidikan tiap
negara berbeda satu sama lainnya dikarenakan perbedaan filsafat bangsa yang
dianut. Yang perlu diketahui adalah adanya kejelasan filsafat. Filsafat yang
tidak jelas berimbas pada tujuan pendidikan yang tidak jelas. Dan,
konsekuensinya kurikulum yang digunakan pun menjadi kabur.
Beberapa aliran filsafat yang perlu
diketahui antara lain:
1. Aliran Prennialisme
Aliran filsafat ini bertujuan
mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui pengetahuan yang abadi,
universal dan absolut. Kurikulum yang diterapkan terdiri dari subject
atau mata pelajaran yang terpisah. Mata pelajaran yang dianggap mampu
mengembangkan kemampuan intelektual seperti Matematika, Fisika, Kimia dan
Biologi yang diajarkan. Sementara mata pelajran yang berkenaan dengan dan
jasmani seperti seni rupa dan olahraga sebaiknya dikesampingkan.
2. Aliran Idealisme
Aliran ini berpendapat bahwa
kebenaran berasal dari Tuhan. Hampir semua agama menganut filsafat ini. Tujuan
hidup ialah memenuhi kehendak Tuhan. Oleh karena itu, kurikulum yang diterapkan
di sekolah akan berorientasi keagamaan. Namun, pendidikan intelektual juga
sangat diutamakan.
3. Aliran Realisme
Hukum-hukum alam dapat ditemukan
berdasarkan pengamatan dan penelitian karena prinsipnya, aliran filsafat
realisme mencari kebenaran di dunia sendiri. Kurikulum yang disandarkan aliran
filsafat ini mengutamakan pengetahuan yang esensial, sehingga pelajaran seperti
keterampilan dan kesenian dianggap tidak perlu.
4. Aliran Pragmatisme
Sebutan Instrumentalisme atau
Utilitarianisme juga dipakai untuk aliran yang berpendapat bahwa kebenaran
adalah buatan manusia berdasarkan pengalamannya ini. Tidak ada kebenaran mutlak
karena kebenaran bersifat tentative dan dapat berubah. Untuk itu, sekolah yang
berlandaskan aliran filasafat ini memberikan kesempatan kepada anak untuk
melakukan berbagai kegiatan guna memecahkan masalah. Aliran ini sering sejalan
dengan aliran rekonstruksionalisme yang berpendirian bahwa sekolah harus berada
pada garis depan pembangunan dan perubahan masyarakat karena sekolah dipandang
sebagai masyarakat kecil.
5. Aliran Ekstensialisme
Individu dipandang sebagai faktor
yang ikut menentukan apa yang baik dan benar. Sekolah yang berlandaskan aliran
filsafat ini mendidik anak agar dapat menentukan pilihan dan mengambil
keputusan sendiri dan berani menolak otoritas orang lain sehingga kurikulum,
pedoman, instruksi, buku wajib dan lain sebagainya yang berasal dari pihak luar
pun ditolak.
b.
Asas Sosiologis
Anak dapat dididik dengan baik jika
kita memahami masyarakat tempatnya hidup. Untuk itu perlu dipelajari keadaan,
perkembangan, kegiatan dan aspirasi masyarakat. Perubahan yang terjadi dalam
masyarakat membuat sekolah- sekolah harus bergerak cepat agar tetap relevan.
Kemajuan teknologi memperbesar kebergantungan manusia terhadap manusia lainnya.
Semua saling membutuhkan untuk memenuhi keperluan hidupnya.
Masyarakat yang dinamis tidak
mungkin lagi sesuai dengan penerapan kurikulum yang konservatif, yaitu
statis, kolot dan membatu. Bangsa yang telah merdeka seperti Indonesia tidak
lagi pantas menggunakan rencana pelajaran bercorak kolonial. Lebih tepat jika
digunakan kurikulum yang fleksibel yaitu kurikulum yang dapat diubah menurut
kebutuhan dan keadaan
c.
Asas Psikologi
Sekolah didirikan untuk anak, untuk
kepentingan anak, yakni menciptakan situasi-situasi yang memungkinkan anak
dapat belajar mengembangkan bakatnya. Selama berabad-abad, anak tidak dipandang
sebagai manusia oleh orang dewasa. Hal ini tampak dari kurikulum yang
mengutamakan bahan, sedangkan anak “dipaksa” menyesuaikan diri dengan bahan
tersebut dengan segala kesulitannya. Padahal anak mempunyai kebutuhan sendiri
sesuai dengan perkembangannya. Pada permulaan abad ke -20, anak kian mendapat
perhatian menjadi salah satu asas dalam pengembangan kurikulum. Kemudian
muncullah aliran progresif, yakni kurikulum yang semata-mata didasarkan atas
minat dan perkembangan anak (child centered curiculum). Kurikulum ini dapat
diapandang sebagai reaksi terhadap kurikulum yang diperlukan orang dewasa tanpa
menghiraukan kebutuhan anak.
Dari uraian diatas ada dua ilmu yang
berada dalam anak
1. Ilmu Jiwa
Belajar ( Psikologi Belajar)
Pendidikan
disekolah diberikan dengan kepercayaan dan keyakinan bahwa anak – anak dapat di
didik. Anak – anak dapat belajar, dapat menguasai sejumlah pengetahuan, dapat
mengubah sikapnya, dapat menerima norma- norma, dapat mempelajari macam – macam
keterampilan. Kurikulum dapat di susun dan disajikan dengan jalan yang
seefektif –efektifnya agar proses keberlangsungan belajar berjalan dengan
baik.[[5]]
Teori
belajar dijadikan dasar bagi proses belajar mengajar. Dengan demikian, ada
hubungan yang erat antara kurikulum dan psikologi belajar juga psikologi anak.
Karena hubungan yang sangat erat itu maka psikologi menjadi salah satu dasar
kurikulum.[[6]]
2. Ilmu jiwa
anak
Sekolah
didirikan untuk anak, untuk kepentingan anak, yakni menciptakan situasi –
situasi dimana anak dapat belajar untuk mengembangkan bakatnya. Selama
berabad-abad, anak tidak dipandang sebagai manusia yang lain daripada orang
dewasa. Hal ini tampak dari kurikulum yang mengutamakan bahan, sedangkan anak
“dipaksa” menyesuaikan diri dengan bahan tersebut dengan segala kesulitannya.
Padahal anak mempunyai kebutuhan sendiri sesuai dengan perkembangannya. Pada
permulaan abad ke -20, anak kian mendapat perhatian menjadi salah satu asas
dalam pengembangan kurikulum. Kemudian muncullah aliran progresif, yakni
kurikulum yang semata-mata didasarkan atas minat dan perkembangan anak (child
centered curiculum). Kurikulum ini dapat diapandang sebagai reaksi terhadap
kurikulum yang diperlukan orang dewasa tanpa menghiraukan kebutuhan anak.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dlam pengembangan kurikulum adalah:[[7]]
1. Anak bukan miniatur orang dewasa.
2. Fungsi sekolah di antaranya
mengembangkan pribadi anak seutuhnya.
3. Faktor anak harus diperhatikan dalam
pengembangan kurikulum.
4. Anak harus menjadi pusat
pendidikan/sebagai subjek belajar dan bukan objek belajar.
5. Tiap anak unik, mempunyai ciri-ciri
tersendiri, lain dari yang lain. Kurikulum hendaknya mempertimbangkan keunikan
anak agar ia sedapat mungkin berkembang sesuai dengan bakatnya.
6. Walaupun tiap anak berbeda dari yang
lain, banyak pula persamaan di antara mereka. Maka sebagian dari kurikulum
dapat sama bagi semua.
d.
Asas Organisatoris
Asas ini mengenai bentuk penyajian bahan pelajaran, yakni
organisasi kurikulum. Ilmu jiwa asosiasi yang menganggap bahwa keseluruhan
jumlah sebagian kurikulum merupakan mata pelajaran yang terpisah – pisah, yang
mempunyai keuntungan dan juga kelemahan. Menurut Gestalt, prinsip keseluruhan
mempengaruhi organisasi kurikulum yang telah di susun secara unit, tidak
diadakan batasan antar mata pelajaran.[[8]]
1. Kurikulum yang berisi sejumlah mata
pelajaran yang terpisah-pisah, (separatet subjec curriculum).
2. Kurikulum yang berisi sejumlah mata
pelajaran yang sejenis dihubung-hubungkan (correlated curiculum).Kurikulum
yang terdiri dari peleburan semua / hampir semua maka pelajaran (integrated
curriculum).
Pada seperated subjeck curriculum, bahan dikelompokkan pada
mata pelajaran yang sempit, sehingga banyak jenismata pelajaran dan menjadi
sempit ruang lingkupnya.sedangkan correlated curriculum mata pelajaran itu di
hubungkan antara satu dengan yang lainya, sehingga tidak berdiri sendiri –
sendiri pada separated subject curriculum dan ini dibuat sebagai reaksi
terhadap kurikulum yang di anggap kurang sempurna. Pada integrated
curriculum, kurikulum dipadukan secara menyeluruh dan dalam kesatuan, dan
diharapkan dapat membentuk manusia yang utuh.
Asas ini diterapkan dalam membentuk
organisasi kurikulum yaitu pola atau bentuk bahan pelajaran serta penyajiannya
kepada siswa. Bentuk kurikulum turut menentukan bahan pelajaran, urutan dan
cara menyajikannya. misalnya dalam bentuk broad field atau bidang studi seperti
IPA, IPS, Bahasa, dan lain-lain. Ataukah diusahakan hubungan secara lebih
mendalam dengan menghapuskan segala batas-batas mata pelajaran (dalam bentuk
kurikulum terpadu). Penganut ilmu jiwa asosiasi akan memilih bentuk organisasi
kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran, sedangkan penganut ilmu jiwa
gestalt akan cenderung memilih kurikulum terpadu.
C. Prinsip-prinsip dalam memilih
bahan ajar
Dalam mengembangkan bahan ajar tentu
perlu memperhatikan prinsisp-prinsip pembelajaran. Gafur (1994) menjelaskan
bahwa beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan bahan ajar atau
materi pembelajaran diantaranya meliputi prinsip relevansi, konsistensi, dan
kecukupan.[[10]]
Ketiga penerapan prinsip-prinsip tersebut dipaparkan sebagai berikut:
1. prinsip relevansi
Prinsip
relevansi artinya materi pembelajaran hendaknya relevan memiliki keterkaitan dengan
pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Yaitu keterkaitan. Materi
pembelajaran hendaknya relevan atau ada kaitan atau ada hubungannya dengan
pencapaian SK dan KD. Cara termudah ialah dengan mengajukan pertanyaan tentang
kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa. Dengan prinsip dasar ini, guru akan
mengetahui apakah materi yang hendak diajarkan tersebut materi fakta, konsep,
prinsip, prosedur, aspek sikap atau aspek psikomotorik sehingga pada gilirannya
guru terhindar dari kesalahan pemilihan jenis materi yang tidak relevan dengan
pencapaian SK dan KD
2. perinsip konsistensi
Prinsip
konsistensi artinya adanya keajegan antara bahan ajar dengan kompetensi dasar
yang harus dikuasai siswa. Misalnya, kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa
empat macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan juga harus meliputi empat
macam
3. Prinsip
kecukupan
Prinsip
kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu
siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu
sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit akan kurang
membantu mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika
terlalu banyak akan membuang-buang waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk
mempelajarinya[.[11]]
D.
Jenis-Jenis Bhan Ajar
1. Bahan ajar pandang (visual) yang terdiri atas bahan cetak
(printed) seperti antara lain handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur,
leaflet, wallchart, foto/gambar, dan non cetak (non printed), seperti
model/market.
2. Bahan ajar dengar (Audio) yaitu semua jenis bahan ajar yang
menggunakan sistem sinyal audio langsung, yang dapat dimainkan atau di dengar
oleh seorang atau sekelompok orang.[[12]] (audio)
seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio.
3. Bahan ajar
pandang dengar (audio visual) yang sering dengan bahan ajar pandang yakni segala sesuatu yang sering
dikenal dengan bahan ajar pandang yaitu sesuatu yang memungkinkan sinyal audio
dapat dikombinasikan dengan gambar bergerak secara sekuensial.seperti video
campact disk, filem.
4. Bahan ajar
multimedia interaktif (interactive teaching material) yaitu
bahan ajar yang dikombinasikan dari dua atau lebih media audio,
grafik,gambaar,animasi dan vidio. Yang pengunannya dimanupulasi atau di beri
perlakuan untuk mengendalikan suatu perintah.[[13]]. Seperti CAI
(Computer Assistented Instruction), Copack Disk (CD) multimedia pembelajaran
interaktif, dan bahan ajar berbasis we (Web based learning materials).
E.
Langkah-Langkah Pemilihan Bahan Ajar
Sebelum melaksanakan pemilihan bahan ajar, terlebih dahulu perlu diketahui
kriteria pemilihan bahan ajar. Kriteria pokok pemilihan bahan ajar atau materi
pembelajaran adalah standar kompetensi dan kompetnsi dasar. Hal ini berarti
bahwa materi pembelajaran yang dipilih untuk diajarkan oleh guru di satu pihak
dan harus dipelajari siswa di lain pihak hendaknya berisikan materi atau bahan
ajar yang benar-benar menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi
dasar (Ghafur, 1986).[[14]]
Secara garis besar langkah-langkah pemilihan bahan ajar meliputi hal-hal
sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetensi dan
kompetensi dasar
Sebelum menentukan materi
pembelajaran terlebih dahulu perlu diidentifikasikan aspek-aspek standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dipelajari atau dikuasai siswa.
Aspek tersebut perlu ditentukan, karena setiap aspek standar kompetensi dan
kompetensi dasar memerlukan jenis materi yang berbeda-beda dalam kegiatan
pembelajaran untuk membantu pencapaiannya (Ghafur, 1987).
2. Identifikasi
jenis-jenis materi pembelajaran
Sejalan dengan
berbagai jenis aspek standar kompetensi, materi pembelajaran juga dapat
dibedakan menjadi jenis materi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Materi pembelajaran aspek kognitif secara terperinci dapat dibagi menjadi empat
jenis, yaitu: fakta, konsep, prinsip, dan prosedur (Reigeluth, 1987).
3. Memilih
jenis materi yang sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar
Dengan mengidentifikasi jenis-jenis materi yang akan diajarkan, maka guru
akan mendapatkan kemudahan dalam cara mengajarkannya. Setelah jenis materi
pembelajaran teridentifikasi, langkah berikutnya adalah memilih jenis materi
tersebut yang sesuai dengan standar kompetensi atau kompetensi dasar yang harus
dikuasai siswa . Identifikasi jenis materi pembelajaran juga penting untuk
keperluan mengajarkannya. Sebab, jenis materi pembelajaran memerlukan strategi
pembelajaran atau metode, media, dan system evaluasi atau penilaian yang
berbeda-beda.
Cara yang paling mudah untuk menentukan jenis materi pembelajaran yang akan
diajarkan adalah dengan jalan mengajukan pertanyaan tentang kompetensi dasar
yang harus dikuasai siswa.
Dengan mengacu pada kompetensi dasar, kita akan mengetahui apakah materi
yang harus kita ajarkan berupa fakta, konse, prinsip, prosedur, aspek sikap
atau psikomotorik. Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan penuntun untuk
mengidentifikasi jenis materi pembelajaran:
Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa berupa mengingat nama
suatu objek, simbol atau suatu peristiwa? Kalau jawabannya “ya” maka materi
pembelajaran yang harus diajarkan adalah “fakta”
a. Apakah kompetensi dasar yang
harus dikuasai siswa berupa kemampuan untu menyatakan suatu definisi,
menuliskan ciri khas sesuatu, mengklasifikasikan atau mengelompokkan beberapa
contoh objek sesuai dengan suatu definisi? Kalau jawabannya “ya” maka materi
pembelajaran yang harus diajarkan adalah “konsep”
b. Apakah kompetensi dasar yang
harus dikuasai siswa berupa menjelaskan atau melakukan langkah-langkah atau
prosedur secara urut atau membuat sesuatu? Kalau jawabannya “ya” maka materi
pembelajaran yang harus diajarkan adalah “prosedur”
c. Apakah kompetensi dasar yang
harus dikuasai siswa berupa menentukan hubungan antara beberapa konsep, atau
menerapkan hubungan antara berbagai macam konsep? Bila jawabannya “ya”, berarti
materi pembelajaran yang harus diajarkan termasuk dalam kategori “prinsip”.
d. Apakah kompetensi dasar yang
harus dikuasai siswa berupa memilih berbuat atau tidak berbuat berdasar
pertimbangan baik buruk, suka atau tidak suka, indah atau tidak indah? Jika
jawabannya “Ya”, maka materi pembelajaran yang harus diajarkan berupa aspek
afektif, sikap, atau nilai
e. Apakah kompetensi dasar yang
harus dikuasai siswa berupa melakukan perbuatan secara fisik? Jika jawabannya
“Ya”, maka materi pembelajaran yang harus diajarkan adalah aspek motorik.
F. Menentukan cakupan dan urutan bahan
ajar
a.
Menentukan
cakupan bahan ajar
Dalam menentukan cakupan atau ruang
lingkup materi pembelajaran harus diperhatikan apakah jenis materinya berupa
aspek kognitif (fakta, konsep, prinsip, prosedur) aspek afektif, ataukah aspek
psikomotorik. Selain itu, perlu diperhatikan pula prinsip-prinsip yang perlu
digunakan dalam menentukan cakupan materi pembelajaran yang menyangkut keluasan
dan kedalaman materinya. Keluasan cakupan materi berarti menggambarkan berapa
banyak materi-materi yang dimasukkan ke dalam suatu materi pembelajaran, sedangkan
kedalaman materi menyangkut seberapa detail konsep-konsep yang terkandung di
dalamnya harus dipelajari/dikuasai oleh siswa. Prinsip berikutnya adalah
prinsip kecukupan (adequacy). Kecukupan (adequacy) atau memadainya cakupan
materi juga perlu diperhatikan dalam pengertian. Cukup tidaknya aspek materi
dari suatu materi pembelajaran akan sangat membantu tercapainya penguasaan
kompetensi dasar yang telah ditentukan. Cakupan atau ruang lingkup materi perlu
ditentukan untuk mengetahui apakah materi yang harus dipelajari oleh murid
terlalu banyak, terlalu sedikit, atau telah memadai sehingga sesuai dengan
kompetensi dasar yang ingin dicapai.[[15]]
b.
Menentukan
urutan bahan ajar
Urutan penyajian (sequencing) bahan
ajar sangat penting untuk menentukan urutan mempelajari atau mengajarkannya.
Tanpa urutan yang tepat, jika di antara beberapa materi pembelajaran mempunyai
hubungan yang bersifat prasyarat (prerequisite) akan menyulitkan siswa dalam
mempelajarinya. Misalnya materi operasi bilangan penjumlahan, pengurangan,
perkalian, dan pembagian. Siswa akan mengalami kesulitan mempelajari perkalian
jika materi penjumlahan belum dipelajari. Siswa akan mengalami kesulitan
membagi jika materi pengurangan belum dipelajari. Materi pembelajaran yang
sudah ditentukan ruang lingkup serta kedalamannya dapat diurutkan melalui dua
pendekatan pokok , yaitu: pendekatan prosedural, dan hierarkis. Pendekatan
prosedural yaitu urutan materi pembelajaran secara prosedural menggambarkan
langkah-langkah secara urut sesuai dengan langkah-langkah melaksanakan suatu
tugas. Misalnya langkah-langkah menelpon, langkah-langkah mengoperasikan
peralatan kamera video. Sedangkan pendekatan hierarkis menggambarkan urutan
yang bersifat berjenjang dari bawah ke atas atau dari atas ke bawah. Materi sebelumnya
harus dipelajari dahulu sebagai prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya.
G. Sumber Bahan Ajar
Sumber bahan
ajar merupakan tempat di mana bahan ajar dapat diperoleh. Dalam mencari sumber
bahan ajar, siswa dapat dilibatkan untuk mencarinya, sesuai dengan prinsip
pembelajaran siswa aktif (CBSA). Berbagai sumber dapat kita gunakan untuk
mendapatkan materi pembelajaran dari setiap standar kompetensi dan kompetensi
dasar. Sumber-sumber dimaksud dapat disebutkan di bawah ini:[[16]]
a.
Buku teks yang
diterbitkan oleh berbagai penerbit. Gunakan sebanyak mungkin buku teks agar
dapat diperoleh wawasan yang luas,
b.
Laporan hasil
penelitian yang diterbitkan oleh lembaga penelitian atau oleh para peneliti
sangat berguna untuk mendapatkan sumber bahan ajar yang atual atau mutakhir,
c.
Jurnal
penerbitan hasil penelitian dan pemikiran ilmiah. Jurnal-jurnal tersebut
berisikan berbagai hasil penelitian dan pendapat dari para ahli di bidangnya
masing-masing yang telah dikaji kebenarannya,
d.
Pakar atau ahli
bidang studi penting digunakan sebagai sumber bahan ajar yang dapat dimintai
konsultasi mengenai kebenaran materi atau bahan ajar, ruang lingkup, kedalaman,
urutan, dsb.,
e.
Profesional
yaitu orang-orang yang bekerja pada bidang tertentu. Kalangan perbankan
misalnya tentu ahli di bidang ekonomi dan keuangan,
f.
Buku kurikulum
penting untuk digunakan sebagai sumber bahan ajar. Karena berdasar kurikulum
itulah standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi bahan dapat ditemukan.
Hanya saja materi yang tercantum dalam kurikulum hanya berisikan pokok-pokok
materi.
g.
Penerbitan
berkala seperti harian, mingguan, dan bulananyang banyak berisikan informasi
yang berkenaan dengan bahan ajar suatu matapelajaran,
h.
Internet yang
yang banyak ditemui segala macam sumber bahan ajar. Bahkan satuan pelajaran
harian untuk berbagai matapelajaran dapat kita peroleh melalui internet. Bahan
tersebut dapat dicetak atau dikopi,
i.
Berbagai jenis
media audiovisual berisikan pula bahan ajar untuk berbagai jenis mata
pelajaran. Kita dapat mempelajari gunung berapi, kehidupan di laut, di hutan
belantara melalui siaran televisi, dan.
j.
Lingkungan (
alam, sosial, senibudaya, teknik, industri, ekonomi).
Perlu diingat,
dalam menyusun rencana pembelajaran berbasis kompetensi, buku-buku atau
terbitan tersebut hanya merupakan bahan rujukan. Artinya, tidaklah tepat jika
hanya menggantungkan pada buku teks sebagai satu-satunya sumber bahan ajar.
Tidak tepat pula tindakan mengganti buku pelajaran pada setiap pergantian
semester atau pergantian tahun. Buku-buku pelajaran atau buku teks yang ada
perlu dipelajari untuk dipilih dan digunakan sebagai sumber yang relevan dengan
materi yang telah dipilih untuk diajarkan. Mengajar bukanlah menyelesaikan satu
buku, tetapi membantu siswa mencapai kompetensi. Karena itu, hendaknya guru
menggunakan banyak sumber materi. Bagi guru, sumber utama untuk mendapatkan
materi pembelajaran adalah buku teks dan buku penunjang yang lain.
J. Strategi Dalam
Memanfaatkan Bahan Ajar
a. Strategi penyampaian bahan ajar oleh guru
Strategi
penyampaian bahan ajar oleh guru, diantaranya:
1.
Strategi urutan
penyampaian simultan yaitu jika guru harus menyampaikan
materi pembelajaran lebih daripada satu, maka menurut strategi urutan
penyampaian simultan, materi secara keseluruhan disajikan secara serentak, baru
kemudian diperdalam satu demi satu (Metode global);
2.
Strategi urutan
penyampaian suksesif, jika guru harus manyampaikan materi pembelajaran lebih daripada
satu, maka menurut strategi urutan panyampaian suksesif, sebuah materi satu
demi satu disajikan secara mendalam baru kemudian secara berurutan menyajikan
materi berikutnya secara mendalam pula.
3.
Strategi
penyampaian fakta, jika guru harus manyajikan materi pembelajaran termasuk
jenis fakta (nama-nama benda, nama tempat, peristiwa sejarah, nama orang, nama
lambang atau simbol, dsb.),
4.
Strategi
penyampaian konsep, materi pembelajaran jenis konsep adalah materi berupa
definisi atau pengertian. Tujuan mempelajari konsep adalah agar siswa paham,
dapat menunjukkan ciri-ciri, unsur, membedakan, membandingkan,
menggeneralisasi, dsb.Langkah-langkah mengajarkan konsep: Pertama sajikan
konsep, kedua berikan bantuan (berupa inti isi, ciri-ciri pokok, contoh dan bukan
contoh), ketiga berikan latihan (exercise) misalnya berupa tugas untuk mencari
contoh lain, keempat berikan umpan balik, dan kelima berikan tes,
5.
Strategi
penyampaian materi pembelajaran prinsip, termasuk materi pembelajaran jenis
prinsip adalah dalil, rumus, hukum (law), postulat, teorema, dsb.
6.
Strategi
penyampaian prosedur, tujuan mempelajari prosedur adalah agar siswa dapat
melakukan atau mempraktekkan prosedur tersebut, bukan sekedar paham atau hafal.
Termasuk materi pembelajaran jenis prosedur adalah langkah-langkah mengerjakan
suatu tugas secara urut.
b.
Strategi mempelajari bahan ajar oleh siswa
Ditinjau dari
guru, perlakuan (treatment) terhadap materi pembelajaran berupa kegiatan guru
menyampaikan atau mengajarkan kepada siswa. Sebaliknya, ditinjau dari segi
siswa, perlakuan terhadap materi pembelajaran berupa mempelajari atau
berinteraksi dengan materi pembelajaran. Secara khusus dalam mempelajari materi
pembelajaran, kegiatan siswa dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu :
1. Menghafal (verbal parafrase). Ada dua jenis menghafal,
yaitu menghafal verbal (remember verbatim) dan menghafal parafrase (remember
paraphrase). Menghafal verbal adalah menghafal persis seperti apa adanya.
Terdapat materi pembelajaran yang memang harus dihafal persis seperti apa
adanya, misalnya nama orang, nama tempat, nama zat, lambang, peristiwa sejarah,
nama-nama bagian atau komponen suatu benda, dsb. Sebaliknya ada juga materi
pembelajaran yang tidak harus dihafal persis seperti apa adanya tetapi dapat diungkapkan
dengan bahasa atau kalimat sendiri (hafal parafrase). Yang penting siswa paham
atau mengerti, misalnya paham inti isi Pembukaan UUD 1945, definisi saham,
dalil Archimides, dsb.
2. Menggunakan/mengaplikasikan (Use). Materi pembelajaran
setelah dihafal atau dipahami kemudian digunakan atau diaplikasikan. Jadi dalam
proses pembelajaran siswa perlu memiliki kemampuan untuk menggunakan,
menerapkan atau mengaplikasikan materi yang telah dipelajari. Penggunaan fakta
atau data adalah untuk dijadikan bukti dalam rangka pengambilan keputusan.
Penggunaan materi konsep adalah untuk menyusun proposisi, dalil, atau rumus.
Selain itu, penguasaan atas suatu konsep digunakan untuk menggeneralisasi dan
membedakan. Penerapan atau penggunaan prinsip adalah untuk memecahkan masalah
pada kasus-kasus lain. Penggunaan materi prosedur adalah untuk dikerjakan atau
dipraktekkan. Penggunaan materi sikap adalah berperilaku sesuai nilai atau
sikap yang telah dipelajari. Misalnya, siswa berhemat air dalam mandi dan
mencuci setelah mendapatkan pelajaran tentang pentingnya bersikap hemat.
3. Menemukan. Yang dimaksudkan penemuan (finding) di sini
adalahmenemukan cara memecahkan masalah-masalah baru dengan menggunakan fakta,
konsep, prinsip, dan prosedur yang telah dipelajari. Menemukan merupakan hasil
tingkat belajar tingkat tinggi. Gagne (1987) menyebutnya sebagai penerapan
strategi kognitif. Misalnya, setelah mempelajari hukum bejana berhubungan
seorang siswa dapat membuat peralatan penyiram pot gantung menggunakan
pipa-pipa paralon. Contoh lain, setelah mempelajari sifat-sifat angin yang
mampu memutar baling-baling siswa dapat membuat protipe, model, atau maket
sumur kincir angin untuk mendapatkan air tanah.
4. Memilih di sini menyangkut aspek afektif atau sikap. Yang
dimaksudkan dengan memilih di sini adalah memilih untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu. Misalnya memilih membaca novel dari pada membaca tulisan
ilmiah. Memilih menaati peraturan lalu lintas tetapi terlambat masuk sekolah
atau memilih melanggar tetapi tidak terlambat, dsb.
H. Materi prasyarat dan perbaikan, dan pengayaan
Dalam
mempelajari materi pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar terdapat
beberapa kemungkinan pada diri siswa, yaitu siswa belum siap bekal
pengetahuannya, siswa mengalami kesulitan, atau siswa dengan cepat menguasai
materi pembelajaran. Kemungkinan pertama siswa belum memiliki pengetahuan
psyarat. Pengetahuan prasyarat adalah bekal pengetahuan yang diperlukan untuk
mempelajari suatu bahan ajar baru. Misalnya, untuk mempelajari perkalian siswa
harus sudah mempelajari penjumlahan. Untuk mengetahui apakah siswa telah
memiliki pengetahuan prasyarat, guru harus mengadakan tes prasyarat (prequisite
test). Jika berdasar tes tersebut siswa belum memiliki pengetahuan prasyarat,
maka siswa tersebut harus diberi materi atau bahan pembekalan. Bahan pembekalan
(matrikulasi) dapat diambil dari materi atau modul di bawahnya. Dalam
menghadapi kemungkinan kedua, yaitu siswa mengalami kesulitan atau hambatan
dalam menguasai materi pembelajaran, guru harus menyediakan materi perbaikan
(remedial).[[18]]
Materi
pembelajaran remedial disusun lebih sederhana, lebih rinci, diberi banyak
penjelasan dan contoh agar mudah ditangkap oleh siswa. Untuk keperluan remedial
perlu disediakan modul remidial. Dalam menghadapi kemungkinan ketiga, yaitu
siswa dapat dengan cepat dan mudah menguasai materi pembelajaran, guru harus
menyediakan bahan pengayaan (enrichment).
Materi
pengayaan berbentuk pendalaman dan perluasan. Materi pengayaan baik untuk
pendalaman maupun perluasan wawasan dapat diambilkan dari buku rujukan lain
yang relevan atau disediakan modul pengayaan. Selain pengayaan, perlu
dipertimbangkan adanya akselerasi alami di mana siswa dimungkinkan untuk
mengambil pelajaran berikutnya. Untuk keperluan ini perlu disediakan bahan atau
modul akselerasi.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bahan
ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis baik tertulis
maupun tidak sehingga tercipta lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk
belajar.Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) adalah
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka
mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci,
jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep,
prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai
Proses belajar
yang efektif adalah proses pembelajaran yang dilaksanakan sesuai dengan
apa yang telah direncanakan dalam rencana pembelajaran. Prosesnya tersebut
adalah menjalakan serangkaian komponen-komponen pembelajaran dari mulai
tujuan,materi, metode, dan evaluasi.
Proses
pembelajaran adalah proses mengkondisikan dimana siswa dapat belajar dan
memperoleh sejumlah pengalaman belajar. Pengalaman belajar berhubungan dengan
materi yang akan disampaikan. Dengan demikian untuk memperoleh pengalaman
belajar tersebut, maka seorang tenaga pendidik perlu merancang bahan
pembelajaran yang efektif agar siswa memiliki pengalaman belajar yang
diharapkan.
Bahan
pembelajaran apapun yang dibuat oleh tenaga pendidik, tentu bahan pembelajaran
yang sesuai dengan kebutuhan belajar dalam rangka pencapaian kopetensi yang
diinginkan
B. SARAN
Guru harus senantiasa menjadi pembimbing dan pelatih yang baik bagi para
mahasiswa serta guru harus selalu mempertimbangkan berapa banyak dari yang
diajarkan itu masih diingat kelak oleh subjek belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Djamarah. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Rinneka Cipta. Jakarta.
Hidayati, 2009. Pengembangan modul pembelajaran kimia
SMA/MA Kelas x semester 1 pada pokok bahasan ikatan kimia Model learning cycle
5-e sebagai penunjang kurikulum tingkat satuan pendidikan. Skripsi. Jurusan
Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang
Akhmad Sudrajat. Let’s talk About Education. Pengembangan
bahan Ajar. Depdiknas. 2006. Pedoman pemilihan bahan ajar.
Muhaimin dkk, 2009. Pengembangan model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah. Raja wali press. Jakarta.
Muhaimin dkk, 2009. Pengembangan model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah. Raja wali press. Jakarta.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan.
http://momoydandelion.blogspot.com/2011/07/langkah-memilih-dan-menentukan-bahan.html (diakses pada
hari minggu tanggal 27 Oktober 2013 pukul 18:40 WIB)
Prastowo,
Andi. 2014. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif.
Yogyakarta:Diva Press
Rahmi,Aida
dan Harmi Hendra. 2013. Pengembangan Bahan Ajar MI.Curup:
Lp2 STAIN Curup
Ali Mudlofir, Aplikasi
pengembangan kkurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP) dan Bahan Ajar, (Jakarta:
PT. Rajagrafindo Persada,2011)
- Abdul Gafur , Disain instruksional: langkah sistematis
penyusunan pola dasar kegiatan belajar mengajar. (Solo: Tiga Serangkai,
1994),
[2]
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran
(Bandung,: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hlm.174
[3]
http://tonipurwakarta.blogspot.com/2009/01/azas-azas-kurikulum.html
[5] Muhammad Zein. Asas dan
Pengembangan Kurikulum. ( Yogyakarta: Sumbangsih Offset. 1991). Hlm. 22.
[8] Muhammad Zein. Asas dan
Pengembangan Kurikulum. ( Yogyakarta: Sumbangsih Offset. 1991). Hlm 23- 24
[9]
http://ancharyu.wordpress.com/2010/02/25/asas-pengembangan-kurikulum/
[10]
Abdul Gafur , Disain
instruksional: langkah sistematis penyusunan pola dasar kegiatan belajar
mengajar. (Solo: Tiga Serangkai, 1994), hlm. 17.
[11]
Ali Mudlofir, Aplikasi pengembangan kkurikulum
Tingkat Satuan pendidikan (KTSP) dan Bahan Ajar, (Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada,2011), hlm. 130
[12]
Andi Prastowo. Panduan
Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif ( Yogyakarta: Diva Press,2014)
,ha.l40
[13]
Aida Rahmi dan Hendra Harmi . Pengembangan
Bahan Ajar MI (Curup: Lp2 STAIN Curup,2013),hal.15
[14]
Abdul Gafur , Disain instruksional: langkah
sistematis penyusunan pola dasar kegiatan belajar mengajar. (Solo: Tiga
Serangkai, 1994), hlm. 17.
[15]
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/04/konsep-pengembangan-bahan-ajar-2/
[16]
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/04/konsep-pengembangan-bahan-ajar-2/
[17]
Djamarah. 2002.
Strategi Belajar Mengajar. Rinneka Cipta. Jakarta.
[18]
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/04/konsep-pengembangan-bahan-ajar-2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar